Demokrasi yang Gaduh: Suara Sejati Demokrasi
Otokratis pakar hukum sendiri bermakna seorang pemimpin yang menuntut orang lain untuk patuh tanpa mempedulikan pendapat atau anggapan orang lain, enggan menerima kritik dan saran, serta terlalu tergantung pada kekuasaan.
“Makanya demokrasi akan selalu gaduh, demokrasi yang baik adalah demokrasi yang gaduh. Demokrasi yang tenang, menurut saya, adalah otokratisme terselubung,” kata Bivitri dalam ‘Temu Ilmiah Universitas Memanggil’ di Gedung IMERI Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia. Salemba, Jakarta Pusat pada Kamis (14/3/2024).
Otokratisme terselubung ini menurutnya pas dengan kondisi berbangsa dan bernegara yang belakangan terjadi.
Di mana publik dilarang melawan, kemudian ada praktik mematikan lembaga penyeimbang kekuasaan seperti DPR dengan tak lagi ada check and balances.
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, mengungkapkan bahwa esensi sejati dari demokrasi adalah kegaduhan. Menurutnya, jika suasana demokrasi terlalu tenang, itu bisa menjadi tanda adanya otokrasi yang tersembunyi. Otokrasi mengacu pada keadaan di mana seorang pemimpin mengharapkan ketaatan tanpa memperhatikan pendapat orang lain, menolak kritik, agar terlalu tergantung pada kekuasaan.
“Dalam pandangan saya, demokrasi yang baik adalah yang sering kali berisik. Ketenangan dalam demokrasi bisa menjadi tanda adanya otokrasi yang terselubung,” kata Bivitri dalam sebuah acara di Universitas Indonesia.
Bivitri juga menyoroti kondisi politik belakangan ini di Indonesia. Dia menyebut bahwa ada cenderung melarang masyarakat mengkritik, dan lembaga-lembaga yang harusnya mengimbangi kuasa. seperti DPR, telah kehilangan fungsi mereka sebagai penyeimbang.
Contohnya adalah revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Serta proses legislatif yang dianggap terlalu singkat untuk kepentingan tertentu, seperti pemilik tambang batubara dan pemindahan Ibu Kota Negara. Hal ini juga terjadi di Mahkamah Konstitusi, yang dianggap Bivitri sebagai bentuk otokrasi yang dilegalkan.
Dari potret ini, terlihat bahwa kritik dari masyarakat sipil dan lembaga independen seperti KPK juga telah ditekan. Ini menunjukkan adanya kecenderungan otokrasi yang lebih terbuka di Indonesia.
Kesimpulan
Dalam kesimpulan, Bivitri menegaskan pentingnya menjaga kebebasan berpendapat.fungsi lembaga-lembaga penyeimbang kekuasaan supaya demokrasi tetap sehat agar berjalan sesuai dengan prinsip-prinsipnya.